Kamar Baru, Jendela dan Perenungan Cinta

Seminggu yang lalu, sepulangnya dari Batam ke Jakarta,  saya sudah harus siap-siap angkat barang ke kamar sementara saya dari kamar yang sudah hampir 1 tahun 10 bulan ini saya tempati. Malam itu, malam yang luar biasa macet, karena memang sedang long-weekend, untung saja saya mengantuk, jadi sepanjang perjalanan dengan DAMRI, 90%-nya saya lewatkan dengan tidur. Sampai di kamar, ingin hati beres-beres barang agar besok pagi sudah siap pindah ke kamar sebelah, tapi apa mau dikata, badan sudah lelah ingin melajutkan tidur.

Ya, kamarnya hanya berjark lima belas meter dari kamar saya. Kamar rekan kerja saya yang kebetulan pindah kos, karena butuh kamar yang lebih luas untuk menampung Istri dan anaknya yang masih berumur lima bulan dari Makasar. Kamarnya, baru jatuh tempo tanggal 25 Mei, saya menempati hingga jatuh tempo, sembari mencari kos-kos-an yang baru. Ya, saya ingin pindah kos.

Tapi, kondisi kamar ini ternyata jauh lebih baik, terutama ada dua jendela menghadap luar sehingga sinar matahari bisa dengan mudah masuk ke dalam kamar saya. Angin yang jauh lebih segar pun dapat menyelinap dengan baik. Belum lagi kasurnya yang model "spring-bad" alih-alih kasur busa yang selama ini saya pakai di kamar lama. Hmmm, saya jadi ada keinginan untuk melanjutkan kamar ini saja. Kamar ini hampir membuat saya mengatakannya "rumah" dan membuat kata "pulang" dari kantor lebih mengasyikan.

Lalu....di kamar ini saya tiba-tiba berpikir, tentang makna cinta...ahay,


Saya sampai akhir-akhir ini selalu berpikir bahwa cinta tidak dapat didefinisikan dengan jelas, tapi satu hal yang bisa menjadi tanda-tanda cinta, apapun yang kamu cintai, maka, seolah-olah dia adalah rumah bagi mu. Apapun yang kamu panggil rumah, tempat untuk pulang, maka...kamu sedang mencintai hal itu. Tempat di mana kamu melepas lelah, tempat di mana kamu dengan mudah berkeluh kesah, tempat di mana berbagi kebahagiaan, tempat kamu selalu ingin yang terbaik bagi rumah mu sendiri...cinta.

Namun, saya lalu berpikir, bagaimana dengan cinta sepasang anak manusia, dalam kasus, cinta bertepuk sebelah tangan. Di mana, satu mengganggap satu yang lain sebagai rumahnya, namun pihak yang lain tidak. Jenis cinta apa ini? Kawan saya bilang itu adalah salah satu macam kebodohan (apalagi bagi laki-laki, katanya). Baginya, jika Cinta haruslah engkau mengejar dan mendapatkannya,apapun hambatannya. Jadi cinta bertepuk sebelah tangan bukan cinta, tapi mungkin baginya sekedar kebodohan. Saya menghaluskan dengan ini saja "perbuatan filantropis kasih". Hahahahahaha.

Pikiran kawasan saya mungkin analog seperti Cinta kepada Allah, yang mana sebagian orang menganggap cinta ini muncul karena kita ingin mendapatkan Surga-nya dan bukan Neraka-nya. Cinta seperti sebuah laku karena adanya carrot and stick. Tapi, bukannya kita memang disuruh masuk surga dan jauh-jauh dari Neraka. Dia yang memerintah. Jadi Cinta kita adalah untuk selalu patuh dengan perintah-Nya. Bukan sekedar mengharapkan surga-Nya?

Namun, Jika Dia memerintahkan masuk ke Neraka, padahal kita sudah berbuat baik, jika memang Cinta, bukankah kita harus patuh? untuk masuk neraka? Tapi, bukannya jadi aneh: Wahai manusia berbuat baiklah, maka kalian Aku akan masukan ke dalam Neraka. Berbuat jahatlah, maka aku akan masukan ke dalam Surga. Lalu, jika ada perintah semacam itu, jadi apa dunia ini?

Saya tidak peduli, cinta saya hanya punya satu tujuan, pulang ke Rumah-Nya, melihat dekat Wajah-Nya..damai abadi selamanya...dan tentu saja itu bukan di Neraka.

Saya juga tidak peduli, jika cinta saya kepada seseorang harus berakhir pada drama "bertepuk sebelah tangan", "tercampakan", "tak tersambut". Mencintainya dalam batasan-batasan, anggap saja sebuah bentuk kebaikan yang memberikan pahala. Bedanya, saya tidak bisa (tidak boleh) lebih jauh-jauh masuk ke dalamnya. Mengenalnya saja, bercanda, bertukar pikiran sudah sebuah ketenangan dan banyak hikmah dan pembelajaran. Karena cinta itu seperti rumah. nyaman dijadikan tempat kembali. Bukankah, cinta juga tidak mesti adalah "pernikahan", sahabat atau teman juga bisa saling mencinta...

Baiklah inilah caraku mencinta, tak peduli kata kawan saya yang menganggapnya kebodohan. Bukannya percaya Allah dalam kaca mata sains materalistis juga sebuah kebodohan? karena Cinta bukan masalah Pintar dan Bodoh di otak kepala. Cinta ada dalam lerung hati...















0 komentar:

Posting Komentar