Minggu lalu, setelah sekian lama saya tidak "jalan-jalan", akhirnya saya putuskan juga untuk "jalan-jalan". Ya, ini adalah kegiatan puncak akhir selama sebulan penuh saya ingin melakukan peremajaan pikiran. Ha ha ha..
Kali ini saya mengikuti Open Trip yang informasinya saya peroleh dari seorang teman yang memang dahulu dikenal dengan julukan "Ratu Jalan-Jalan". Pernah sama-sama gaol di CLR (Community of Lampah-Lampah ra Jelas), sebuah komunitas para alumni Persma Equilibrium yang memiliki hobi jalan-jalan dan foto-foto. Beberapa tahun terakhir, saya sudah jarang sama mereka, apalagi setelah pindah ke Jakarta. Bisa jadi, jalan-jalan kali ini adalah reunian CLR. CLR cabang Jakarta tepatnya. Ada tiga orang "anggota" CLR yang ikut dalam open trip ini, sisanya: suaminya teman, teman kerjanya teman, teman kerja di kantor lama teman, adik teman kerja di kantor lamanya teman, dan orang yang sama sekali tidak dikenal (karena ini open trip).
Biaya cukup murah meriah: Rp480ribu. Saya tahu, tidak perlu berharap banyak dengan kualitas si guide dan akomodasi dari open trip ini. Pastinya sangat minimalis. Uang saya transfer ke temannya teman saya yang bernama Dian. DP Rp300ribu dulu, sisanya dibayar di sana. Biaya ini tidak termasuk perjalan untuk menuju meeting point dan sewa alat snorkeling.
Oke perjalan dimulai. Rombongan teman dan teman-temannya saya, kumpul di Silipi untuk mencari Bus ke arah Pelabuhan Merak. Ada sebuah Bus yang tujuannya ke Merak tapi lewat dan masuk Serang dulu. Rekomendasi dari tour guide-nya, jangan ambil bus ini, karena bus ini akan memutar ke arah Merak. Ya, saya tahu sekali arah ke Serang, karena sudah beberapa kali ke Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang. Paling-paling bus jalur ini akan menuju ke Merak lewat simpang Labuan. Si kernet yang memaksa-maksa kami naik bis-nya, dan akhirnya gagal membujuk kami, mengumpat pada kami, "oooo katro!".. kami saling memandang dan tertawa geli. Ya, kami memang kaum muda kalangan menengah yang katro soal jalur per-bis-an. Beberapa menit kemudian kami mendapat bis yang kami inginkan. Bis Primajasa namanya.
Bis ini cukup penuh. Tapi sebagian sudah akan turun di Kebon Jeruk. Kami membayar Rp30ribu. Perjalanan ke Merak kira-kira 2 jam dari Jakarta. Saya tidak tertidur. Waktu saya habiskan untuk merenung dan sebagian untuk membaca. Teman saya tertidur, teman-teman teman saya entah duduknya di mana.
Sampai pulalah kami di Merak. Bertemu dengan teman lain yang datang langsung dari Tanggerang. Setelah 1 jam kami hanya duduk-duduk lesehan di depan Dunkin Donut Pelabuhan Merak, akhirnya Tour Guidenya datang. Kecewa? Tidak...saya sudah estimasi kualitas Tour Guidenya seperti ini. Lagi pula, saya ini sedang liburan, cukup sudah marah-marah dan menggerutunya, saatnya senang-senang. Kami berkumpul dengan anggota open trip lainnya yang ternyata sedari awal sudah bergentayangan juga di sekitar kami. Dari awal hingga akhir, saya tidak berkenalan dengan satu pun dari mereka.
Masuk ke Kapal Feri. Kami masuk ke kabin yang ada tempat duduknya. Belakangan saya baru tahu ini adalah peningkatan fasilitas tambahan dengan membayar Rp8000.-. Lalu, kami memilih untuk istirahat karena tahu perjalan memakan waktu kurang lebih 3 jam. Ada satu hal yang mengganggu saya: TV yang memutar DVD serial Wiro Sableng. Entah, saya tertidur atau tidak, di kepala saya terngiang-ngiang dialog ala-ala Serial Wiro Sableng yang tenar 15 tahun yang lalu. Jam 4.30 pagi, kami sampai di Bakauheni, Lampung.
Saya terpisah dengan rombongan teman-teman untuk urusan naik mobil. Rencananya kami akan menuju dermaga Ketapang. Karena si Tour Guide merasa akan sangat sumpek (ya jelaslah), karena hanya ada dua mobil dan dia harus membawa 15 orang, akhirnya 2 anggota rombongan dari kami dipisahkan untuk nebeng mobil dari Travel Agent yang lain. Nah, saya jadi sadar ternyata sesama tour guide mereka saling kenal mengenal lintas Travel Agent. Untuk ke Pahawang, pemain Travel agent-nya banyak. Lalu, di sana ternyata kita akan bertemu dengan para turis-turis open trip ini dari berbagai travel agent. Apalagi di saat saya ke sana, ada satu hari libur nasional yang hanya selisih satu hari dengan akhir pekan. Mungkin, para kaum pekerja/buruh Jakarta banyak mengambil cuti di hari "kejepit"-nya sehingga bisa dikatakan ini adalah sebuah long week-end. Jadi, suasana pengunjung Pahawang kali ini konon lebih ramai dari biasanya.
Setelah 3 jam perjalanan, kami sampai di Dermaga Ketapang. Saya tidur di perjalanan karena tidak bisa ngapa-ngapain. Paginya kami disuguhkan sarapan umpet-umpetan di rumah warga. Lalu ganti baju siap-siap untuk nyemplung. Saya sudah siap dengan celana pendek saja dan kaos bola. Kami menyebrang dari dermaga ke arah pulau Pahawang. Di 3/4 perjalanan akhirnya kami berhenti pada sebuah tepi pulau yang terdapat terumbu karang. Ini adalah pengalaman Snorkling pertama saya.
Teman saya berkata, "Ul ini pertama kali kamu Snorkling?", saya menjawab singkat "Iya".
Setelah di bawah air, di berkata lagi, "Ul itu kamu bisa!" (dengan suara yang sudah tercampur dengan angin laut dan gemercik air lautan)
"Iya...", lagi-lagi jawaban singkat, yang sebenarnya kalau saja ini saya jawab di daratan saya mungkin menjawab, "iyaa... ternyata tidak sesulit yang dipikirkan sebelumnya". Tapi karena saya masih fokus belajar menggunakan google dan alat snorkeling, saya berlalu saja...
Bagaimanakah ceritanya pengalaman pertama saya ini?
Oke, snorkeling sebenarnya tidak sulit. Apalagi yang sudah bisa berenang. Saya rasanya juga seperti terbang saja. Pelampung dan kaki katak membantu gerakan di air jadi tidak capek. Mungkin, hal baru yang saya alami adalah bagaimana bernapas hanya menggunakan mulut (toh hal ini juga sering kita lakukan kalau habis kecapean lari-lari). Hal ini karena hidung kita ditutup google (entah, namanya benar google apa tidak). Jadi hidung akan diam, dan mulut akan aktif menjadi alat penghisap dan pengeluar udara. Ini membuat selama kita menatap terumbu karang dan ikan-ikan di bawah, nafas kitalah yang menjadi backsound utama. Ada teman saya yang dia mengaku belum bisa berenang (sebenarnya untuk masalah mengapung untuk berenang dia sudah bisa, hanya saja belum bisa mengatur pergantian nafas ketika di air), ternyata sudah berkali-kali wisata snorkling (bahkan alat-alatnya dia bawa sendiri). Dia sudah merasa biasa-biasa saja untuk melakukan snorkeling, lagipula toh kita sudah menggunakan pelampung katanya.
Ia bertanya pada saya setelah beberapa puluh menit kami main-main di lautan, "Bagaimana rasanya snorkeling pertama kali?"
"Selalu ada yang pertama dalam hidup kita..", saya menjawab dengan sok bijak. Yang lucu, ada temannya teman yang sedari awal berkata-kata di atas perahu ke diri sendiri "tenang yang penting tenang, yang penting tidak panik" tapi pada praktiknya toh dia yang jadi paling panik di antara teman-teman yang lain. Hahahaha. Sebelum mendarat ke Pahawang, kami ke satu titik snorkeling lagi. Kali ini tempatnya lebih luas.
Sesampai di Pulau Pahawang, kami menuju rumah warga yang sudah berubah fungsi menjadi home stay kami. Jelas, pria-pria tidak kebagian kamar. Kami menaruh barang di luar. Setelah mengantri mandi dan makan siang, kami istirahat sejenak. Lalu sore-an, kami keluar lagi menuju lautan ke tempat yang katanya ada ikan Nemo alias Clown Fish.
Titik snorkeling kali ini adalah tempat penakaran si Ikan Nemo. Jadi si Nemo sengaja dikembang biakan di sana. Nah, ada beberapa hal yang saya sadari 1) ternyata si Ikan Nemo tidak akan bisa ke atas, dia adalah ikan pemalu, 2) untuk itu harus agak menyelam untuk melihat si Nemo yang sering bersembunyi di anemon-anemon laut di dasar laut, 3) untuk menyelam di laut yang asin ternyata tidak mudah.
Saya pikir, dengan melempas pelampung badan saya akan tenggelam, ternyata tidak dan malah sebaliknya. Untuk menyelam ke dalam beberapa peserta tour butuh bantuan dorongan (literally sebuah dorongan) dari para guide. Sayangnya guide kami tidak melakukan itu. Dia hanya duduk-duduk di perahu motor. Huuuh. Saya sendiri belum berani menyelam. Lebih baik saya nikamati saja laut, ikan dan terumbu karangnya dan muter-muter nggak jelas di antara riuhnya peserta yang mencoba-coba melihat ikan Nemo di bawah.
Hari itu diakhiri dengan berkunjung ke sebuah tepi pantai pulau-pulau kecil yang terdapat "pasir timbul" yang menghubungkan kedua pulau itu. Sayangnya, karena sore, air laut sudah pasang sehingga pasir timbul itu tidak terlalu terlihat, jadi ini membuat seolah-olah kita bisa berjalan di atasnya tengah-tengah lautan.
Setelah malam, kami balik ke home stay kami di Pulau Pahawang. Malam tidak ada kegiatan, saya membaca buku di Musholla yang berjarak satu lemparan batu dari rumah penduduk yang kami "jajah" ini (karena alasan lampu yang lebih terang), setelah lelah membaca saya balik ke home stay lalu tidur. Katanya, malam itu, kawan-kawan yang lain dapat ikan bakar sebagai santapan khusus malam di Pulau ini, mereka melihat saya sudah tidur. Entah takut mengganggu atau sayanya yang tidur terlalu pulas, saya melwati momen itu, hahahahah. Tapi, tidur malam ini begitu memuaskan.
Paginya, kami sudah harus siap-siap. Kali ini ke sebuah titik snorkeling lagi. Banyak dari beberapa teman yang sudah urung nyemplung, karena beberapa alasan seperti "baju ganti yang sudah habis". Hahaha. Rombongan kami total 15 orang, 9 orang di antaranya adalah "rombongan" temannya teman saya yang saya lebih kenal. Enam orang lainnya, benar-benar kelompok lain yang jarang berinteraksi dengan saya. Enam orang itulah yang lebih ingin snorkeling pagi ini. Dari rombongan 9, hanya dua orang saja yang ingin nyemplung ke laut, salah satunya saya. Jadilah, nyemplung kali ini lebih sedikit.
Hasilnya, baru saja 5 menit saya nyemplung kawan saya bertanya di atas perahu, "Gimana Ul, bagus?", saya jawab "Bagus banget, lebih dalam, lebih luas". Lalu kawan saya galau, apakah memilih nyemplung atau tidak. Lima menit berlalu, saya melihat dia akhirnya memilih nyemplung dan tidak peduli mau pakai pakaian apa lagi ketika pulang nanti karena semua sudah basah. Lalu, satu orang lagi, akhirnya tergoda untuk nyemplung.
Ok, saya tidak tahu titik snorkeling ini apa namanya, yang jelas tempatnya lebih asik, lebih luas dan karena lebih luas, tidak ramai orang-orang bergerombol di air. Saya benar-benar menikmati pagi ini. Kejutannya, di titik ini ternyata ada si ikan Nemo. Tapi, kembali karena saya tidak bisa menyelam, saya acuhkan saja kabar gembira itu. Di titik ini pulahlah saya akhirnya diambil gambar oleh temanya teman saya.
Teman saya yang akhirnya memutuskan nyemplung pun tidak menyesal dengan pilihannya di kemudian jam. Akhirnya, kami menyudahi snorkling di pagi ini lalu kembali ke pantai yang ada pasir timbulnya. Kali ini pasirnya benar-benar terlihat. Di sini adalah sesinya foto-foto. Di titik yang sama saya mengambil foto kemarin sore, saya mengambil foto lagi di pagi ini...dan hasilnya bisa berbeda.
Sebelum kami pergi dari lokasi ini, kami minum es kelapa sebentar, ditraktir oleh temannya teman saya. Sungguh nikmat.
Kami kembali ke home stay kami, mandi-mandi, beres-beres, lalu menyempatkan diri makan Mie Goreng Instan plus Telor Ceplok di warung yang kebetulan dimiliki oleh Bapak pemilih rumah tempat kami tinggal. Sambil mengobrol-ngobrol dengan Bapak pemilik rumah kami menyantap mie itu. Lalu, di sinilah sebenarnya saya pikir momen yang tepat untuk saya melihat kondisi warga setempat. Anak-anak yang asik bermain. Sejenak saya berpikir, bagaimana sistem kehidupan di sini? Logistik? Adat istiadat? Budaya? Bahkan Politik? Obrolan saya dengan si Bapak pemilik rumah terlalu singkat, hingga akhirnya tibalah saatnya kami pergi dan beranjak pulang, untuk menyeberang ke Dermaga Ketapang, lalu menuju Pelabuhan Bakauheni, ke Merak lalu Jakarta. Seandainya saya punya waktu lebih. Masalahnya, satu hari satu malam terkahir, saya belum selesai dengan diri saya sendiri: liburan sambil snorkeling.
Secara keseluruhan, liburan saya kali ini sangat menyenangkan. Meskipun travel agentnya mengecewakan, teman-teman satu pesertanya asik-asik. Entalah, asik-asiknya dari mana, meskipun saya jarang mengobrol dengan mereka, bahkan dengan kawan saya sendiri, saya tetap dapat menikmati perjalanannya. Mereka tetap mau berinteraksi, mengajak saya foto-foto, minum es kelapa dan lain-lain.
Setelah menyeberang ke Ketapang dari Pahawang, kami kembali ke Pelabuhan Bakauheni dengan memilih opsi berdersak-desak di mobil dan meninggalkan guide kami di Ketapang (toh sudah tidak terlalu berguna, hahahahah). Di tengah jalan kami sempatkan beli oleh-oleh Keripik Pisang Yen-Yen dan Makan "Siang" (yang ternyata jadi makan malam karena sampai di lokasi makan pas dengan waktu Magrib).
Sampai di Merak, kami berpisah dengan dua rekan kami yang merupakan pasangan suami-istri baru, mereka akan menuju ke Tanggerang sedangkan kami mencari Bus yang ke arah Kampung Rambutan. Celakanya, kami sedikit salah ambil jurusan Bis yang membuat kami harus diturunkan di pintu tol Tomang dan menyeberang beberapa kali untuk sampai di titik di mana kami bisa menghentikan Taksi. Sebuah pengalaman unik. Kami berpisah di sini. Dua orang ke arah Kuningan, Dua orang Kakak beradik ke arah Bekasi (ya Bekasi...yang katanya sejauh Mars itu), dan Dua orang Kakak Beradik ke arah Setiabudi. Saya menumpang di taksi pasangan kakak-beradik yang terakhir ini yang mana si kakak adalah orang yang ternyata saya kirim-titipi uang pembayaran jasa open trip ini. Sebelum ke kos saya, taksi ke arah Setiabudi dulu untuk menurunkan si kakak-beardik ini. Saya masih utang uang taksi sama mereka. Hahahahaah
Sampai juga saya di kos, lalu mengirimkan pesan melalui Whatsapp ke rekan saya yang dulunya satu kampus ini. Menanyakan apakah aman-aman saja sampai di kos (mengingat ternyata kami sampai sekitar jam 3 pagi di kos masing-masing) dan mengucapkan terima kasih atas kerja samanya selama ini: memberikan informasi liburan ke Pahawang yang menyenangkan.
\
Jakarta 7 Juni 2015, awalnya ingin segera menuliskan perjalanan ini ketika pulang, tapi badan terlalu lelah dan waktu terlalu pagi, akhirnya bisa juga ditulis seminggu kemudian.
0 komentar:
Posting Komentar