Godaannya Berbuat Baik

Ketika umur belasan, karena mengisi waktu bulan puasa, sekitar tahun 2004 saya pernah menyempatkan mengikuti sebuah asrama untuk kajian nukilan-nukilan hadist tematik. Nah, saya lupa bagaimana prosesnya tiba-tiba sang Guru menasehatkan soal sebuah godaan unik: godaan berbuat baik.

"Ketika kamu datang ke masjid, lalu dalam niat menyempatkan shalat sunnah 2 rakaat sebelum qomat, tiba-tiba hati mu berbisik, 'ah tidak jadi sholat sunnah ah, nanti disangka riya, nanti malah salah niat', Lalu benar-benar kalian menghentikan niat baik itu, maka sebenarnya si Setan berhasil menggoda mu..."

Lebih satu dekade kemudian, beberapa malam sebelum blog ini ditulis, saya bersama seorang teman bertemu Ibu Denni, "mantan" pembinging skripsi yang sudah saya anggap Guru Pemikiran saya, berbagi pikiran dan kegelisahannya soal bagaimana dirinya sebenarnya ingin berkontribusi pada khalayak melalui gagasan dan pikiran, namun tidak mau terjebak pada ambisi personifikasi, atau mungkin pencitraan. Dia merasa belum siap dalam hal menghadapi hal-hal semacam itu... bingung kapan dia benar-benar tulus, kapan dia terjebak dalam ambisi pribadi...ingatan saya melayang pada cerita yang tertulis di paragraf kedua blog ini...

Sesungguhnya kegelisahan ini adalah sebuah kegelisahan yang amat wajar, menata niat adalah hal yang memang rumit tapi mesti harus terus dilatih. Namun itu semua tidak berarti kita harus selalu menghindar untuk berbuat baik. Jika kita hendak mendapatkan dan atau memunculkan sebuah "kebermanfataan", maka pastilah mereka selalu membawa "biaya risiko". Termasuk dalam berbuat baik...yang mana risiko itu adalah "melencengnya niat".

0 komentar:

Posting Komentar