Dikarenakan tahun politik, maka saat ini saya akan sedikit-sedikit nulis tentang politik walau bukan ahli politik. Bahkan mungkin temanya tidak begitu politis. Ini adalah cerita tentang guru kelas 4 SD saya lagi, cerita tentang Bapak Laode Dahlan. Saya pernah menulis tentang beliau di notes yang lain tentang mekanisme insentif dan disinsentif beliau dalam mendidik disiplin murid. (Bagi yang belum baca sila klik link ini: https://www.facebook.com/notes/aulia-rachman-alfahmy/cerita-pak-lao-de-dahlan/10150194394105139).
Malam ini, saya sedang menonton Channel kesuakan di Youtube CGP Grey (teman-teman jika sempat, belajarlah pengetahuan dari Video-Videonya, keren2!). Nah, malam ini saya menyempatkan nonton untu bagian-bagian yang terkait dengan tata cara pemilihan pemimpin, terutama di US. Sampai pula pada saya pada bagian soal alternatif voting yang lebih baik menurut pandangan si pembuat video ini.
Tiba-tiba kenangan saya meluncur ke belakang, 17 Tahun silam, saat saya masih duduk di bangku kelas 4 SD, saat guru saya Laode Dahlan mengajar kelas kami. Ada sebuah kejadian unik yang menurut saya sekarang ini adalah hal yang luar biasa demokratisnya. Begini kejadiannya...
Sebagaimana anak kecil pada umumnya, kami gemar sekali bermain-main ketika tidak ada guru. Ribut teriak sana-sini, tidak jelas dan banyak mengganggu anak perempuan yang biasanya kalem-kalem (hahahahaha). Oke, saya murid baik-baik, saya bukan pengikut yang ribut-ribut, hanya ikut menikmatinya. Hari itu Pak Laode Dahlan tidak ada. Kami berpesta pora.Alkisah, keributan kami, ruang kelas 4 SD No.14 Kel Margo Mulyo Balikpapan Barat, sangat memuncaknya. Banyak guru-guru yang terganggu di ruang kantor. Hingga akhirnya kabar ini didapat oleh Wali Kelas kami Bapak Laode Dahlan. Memang selama ini kelas kami terkenal dengan keributannya. Apalagi bila tidak ada Bapak Laode Dahlan. Jika beliau ada, kami semua langsung diam. Karena beliau serem dan galak (untuk ukuran anak kecil saat itu). Kulitnya yang gelap dilengkapi dengan brewok dan kumisnya yang membuat tingkat "menakutkannya" sangat tinggi. Tapi, seperti tulisan notes saya sebelumnya, di balik itu semua sebenarnya beliau adalah Guru yang baik, cerdas dan punya cara-cara unik untuk mendidik murid-muridnya.
Esok harinya ketika beliau bisa masuk kembali ke kelas. Beliau langsung menyidak kami. Menceritakan bahwa keribuatan kami melewati batas. Maka beliau ingin segera mencari tahu siapakah "biang keladi" keributan ini. Beliau tidak serta menerta menuduh siapa pelakunya. Beliau tahu sebenarnya siapa saja anak yang nakal dan sering menjadi biang kerok (Saya sebut nama-namanya: Ijang, Sabar, Trias, Lutfi, hahahaha entah di mana mereka sekarang). Namun beliau malahan mengeluarkan jurus demokratisnya.
Diminta kami melakukan vote, dengan pertanyaan, "Siapakah yang paling ribut di kelas?" (kurang lebih begitu), masing-masing murid diminta menuliskan nama-nama, boleh dua nama, yang nantinya akan diakumulasikan. Siapa yang namanya paling banyak disebut maka, dialah yang akan dinobatkan sebagai "biang kerok" dari keributan di kelas kami. Setelah selesai, nama-nama pun direkap dan ditulis di depan oleh seorang murid perempuan (saya lupa siapa yang menulis ini, mungkin seseorang yang bernama Mega atau Indah)
Terhitung nama-nama seperti Sabar, Lutfi masuk sebagai jajaran teratas. Nama saya juga masuk, tapi papan bawah, hehehehe, masih sedikit aman. Namun pada akhirnya, pemenangnya adalah seseorang yang bernama: Pandu Erlangga. Hah?! Banyak dari "geng kami" yang cukup kaget, tapi walau tidak kaget-kaget banget karena dia memang termasuk murid yang suka buat ulah (seperti saya).
Akhirnya, anak ini dimajukan ke depan oleh Bapak Laode Dahlan. Waktu itu dia duduk di salah satu meja murid yang kosong, bukan di meja Guru. Lalu dia meminta Pandu untuk melakukan "pidato kemenangan" di depat teman-teman yang lain. Mengungkapkan penyesalannya dan merasa bersalah atas kelakuannya. Tidak! tidak ada pukulan atau tamparan buat Pandu (seperti halnya notes saya sebelumnya). Dia diminta duduk di bangku kembali dan kami memulai pelajaran seperti biasa.Siapa Pandu Erlangga. Pandu Erlangga sebenarnya adalah salah satu murid yang paling pintar di kelas ini. Selama beberapa caturwulan terakhir dia beberap kali mendapatkan rangking 1 berganti-gantian dengan...hhmm.. hehehe dengan siapa lagi kalau yang bukan nulis notes ini, hahahahaha. Kami sahabat dekat sejak kepindahannya di kelas 3 SD ke sekolah kami (SD 14 Balikpapan Barat yang sekarang sudah menjadi SD 013, atau mungkin sudah berubah lagi?). Bahkan kami pernah Kursus bahasa Inggris bareng di tahun itu hingga sekitar akhir kelas 5 SD . Juga pernah kami kurus bersama persiapan masuk SMP di kelas 6 SD di tempat yang untuk ukuran anak SD saat itu cukup jauh di tempuh, daera Gunung Pasir, +- 5 km dari rumah kami. Kami bersahabat hingga kelas 3 SMP dan banyak melakukan hal bersama (seperti main bola ke Lapangan Merdeka Balikpapan, pulang naik angkot barengan, dsb). Saat lulus SD, dia mengalahkan saya, dan menjadi lulusan dengan NEM (Nilai Ebtanas Murni) tertinggi di sekolah. Namun pada akhirnya kami terpisah karena karena sekolah di SMA yang berbeda. Sekarang, kabarnya dia bekerja di Kantor Pemerintahan Walikota Balikpapan.
Kesimpulannya, bisa dikatakan sebenarnya Pandu Erlangga adalah murid "kesayangan" Bapak Laode Dahlan. Namun, beliau tidak mau menyimpulkan sendiri secara subjektif tentang siapakah anak yang nakal siapa yang tidak, siapa yang anak emas siapa yang anak bawang. Dia menyerahkan keputusan itu pada kami, selaku murid, yang waktu itu mungkin masih belum cukup matang dan rasional dalam melakukan pilihan. Namun, beliau mencoba mengajarkan itu kepada kami sedari kecil. Nilai-nilai demokratis yang diselingi sikap "sadis-otoriter" pada kasus tertentu, namun tetap merakyat dengan murid di saat sela-sela kesibukan. Saya tidak tahu di mana beliau sekarang. Saya juga tidak punya teman SD lagi yang bisa saya ajak mengenang kejadian ini di Facebook, kecuali satu orang: Suhardi (saya tag orangnya di notes ini, Adi Emban). Semoga suatu saat saya bisa bertemu lagi dengan Bapak Laode Dahlan (atau mungkin namanya: Laode Achmad Dahlan, saya agak lupa).16 Februari 2014NB: Untuk Atina Handayani yang kata lolos sebagai pengajar muda IM, selamat. Maaf tidak "sempat" balas SMS, karena capke nulis pesan lewat smartphone saya yang tombolnya kecil dan sering salah ketik. Hehehe, akhirnya saya buatkan notes aja, tentang Bapak Laode Dahlan yang mungkin suatu saat kamu bisa menerapkan nilai-nilainya ketika mengajar anak SD nanti hahahahah.
Ngomong-ngomong, kayaknya ini bukan tentang politik y? Hehehehehe
0 komentar:
Posting Komentar